Halaman

Rabu, 22 Juni 2011

Brikanku HatiMu

Salah satu lagu yang singkat namun bermakna dalam yang sangat kusuka adalah Berikanku HatiMu, yang berlirik awal seperti ini :
Brikanku hati, seperti hatiMu, yang penuh dengan belas kasihan....
Di dalam kehidupan ini kita berjalan sering dengan menggunakan hati kita sendiri, lalu di tengah perjalanan kita sering bertanya dan menjadi heran dan bingung mengapa dari semua pencapaian yang kita raih tak juga memberikan rasa puas dan sejahtera di hati. 
Sehingga tanpa kita sadari kita mencoba berupaya lebih keras lagi, menduga bahwa yang diperlukan adalah pencapaian yang lebih tinggi dan lebih tinggi lagi, seperti apa kata dunia “di atas langit ada langit”. 
Tuhan menciptakan kita dengan RancanganNya yang masterpiece,tak ada satupun yang sama, semua indah dalam keunikan dan perbedaannya. 
Bersamaan dengan itu Allah juga memiliki maksud khusus untuk setiap orang, tujuan mengapa ia ada di dunia ini. Seiring dengan itu Allah menginstal ’ perlengkapan’ dasar yang diperlukan untuk mencapainya, yakni talenta dan passion dan kepribadian/karakteristik (atau yang sering disebut sebagai bakat dan minat) sejak kita berada di dalam kandungan ibu (Maz 139). 
Allah juga menyediakan kesempatan-kesempatan, mempertemukan dengan orang-orang, membawa ke dalam pengalaman-pengalaman yang semuanya akan membawa seseorang makin dekat dengan pemenuhan maksud dan tujuan diciptakannya ia di dunia ini.
Seandainya dosa tidak merambah dan menjajah masuk dalam kehidupan manusia, maka manusia masih bisa berjalan-jalan di taman Eden bersama Allah, bercakap-cakap layaknya antara sahabat, antara Bapa dan anak, antara kekasih, sehingga manusia sanggup mengerti apa yang ada di dalam HatiNya, di benakNya. 
Namun kita lahir dengan dosa yang memisahkan kita dari persekutuan yang indah ini sehingga kita kehilangan gambaran apa sih yang ada di benak dan hati Allah bagi kehidupan ini. 
Pribadi yang pertama merasakan sedihnya kehilangan itu adalah Allah sendiri. Kita bisa merasakan hal yang sama saat anak kita mencoba untuk menjauh dari kita, tak mau berhubungan dengan orangtuanya. 
Dan Allah lah yang mencari dan bertanya kepada Adam ,”Adam, Adam, dimanakah engkau?”. Datang dari Sang Maha Tahu, Allah tak perlu bertanya jika hanya ingin mengetahui dimana lokasi Adam bersembunyi dan mencoba menajuh dariNya. 
Tapi itu adalah ‘jeritan’ hati Allah yang sangat mengasihi,yang merasakan bahwa jarak sudah jauh kini terbentang di antaranya. Allah yang adalah Maha Kasih tapi juga adalah Allah yang Maha Kudus, merasakan sedihnya untuk ‘berpisah’ dari yang dikasihiNya namun tak bisa bersatu karena ketidakkudusan manusia tak mungkin menyatu dengan kekudusan Sang Khalik. 
Namun karena Ia adalah Sang Maha Kasih, Ia tahu manusia tidak akan pernah mau atau bisa ‘kembali’ kalau tidak Ia sendiri yang mengulurkan TanganNya, meraih dan merengkuhnya kembali ke dalam pelukanNya. 
Dan untuk itu Yesus Sang Putra Allah harus lahir untuk menjadi jembatannya, membawa manusia yang terhilang kembali ke pangkuan Bapa yang tak henti menanti.
Sekian lama, dari Adam hingga Kristus lahir, betapa banyak manusia yang tak mampu lagi mengerti hati Allah, apalagi menanggapinya. 
Aturan keagamaan tidak mampun memperbaharui manusia. Ketaatan akan kaidah-kaidah agama tidak cukup bagi Allah. Ia mau manusia memiliki kembali HatiNya. 
Hati seorang Bapa yang rindu memberikan hanya yang terbaik bagi anak-anakNya. 
Hati seorang Bapa yang tak bisa berbalik dari kasihnya kepada ciptaanNya. 
Allah ingin kita memiliki HatiNya. ImpianNya. KehendakNya. Mana ada hati, impian dan kehendak yang lebih besar dan bermaksud lebih indah daripada hati, impian dan kehendak Sang Pencipta, Sang Pemilik Kehidupan ini?. 
Bukankah setiap manusia memiliki hati, impian dan kehendak yang berpusat pada diri sendiri, seringkali tak peduli dengan hati, impian dan kehendak sesamanya? 
Berbeda sekali dengan apa yang ada pada Bapa, yang mengasihi setiap anak-anakNya dan ingin mengembalikan otoritas yang pernah Ia berikan kepada Adam untuk menaklukkan, menguasai dan mengelola bumi yang khusus diciptakanNya untuk manusia, dengan HatiNya dan caraNya. 
Bagaimana sejak manusia jatuh dalam dosa, manusia telah mengatur bumi dengan caranya, seenak-enaknya, untuk kepentingan dan kenyamanannya sendiri? Sehingga bumi ini menjadi porak poranda, hutan terkikis habis, pemanasan global yang tak terhindarkan, aborsi dan berbagai virus ganas akibat perilaku yang jahat, keluarga terpecah belah dengan anak-anak yang kehilangan figur orangtua dan tujuan hidup karena keegoisan pribadi? 
Oh, Betapa Tuhan pasti bersedih melihat dunia yang diciptakannya menjadi hancur dan berantakan karena dosa. Betapa melencengnya dari apa yang telah dirancangkanNya bagi sosok yang diciptakanNya sesuai gambar dan rupaNya. 
Seperti hati seorang ibu yang memiliki harapan yang besar buat anaknya sejak masih kecil harus melihat bagaimana kehidupan anaknya hancur berantakan karena pilihan-pilihan yang salah yang dibuat anaknya. Pasti akan menangis dan berteriak “Bukan itu yang aku inginkan bagi anakku...bukan itu!”.
Setiap manusia diciptakan untuk suatu tujuan. Tujuan umumnya adalah agar ia bertumbuh menjadi serupa dengan Kristus dan memiliki hidup kekal yang bermakna, memuaskan dan memuliakan Allah. 
Tujuan khususnya adalah melakukan pekerjaan khusus yang diembankan Allah baginya, sebagai bagian dari dunia ini. 
Suatu misi. 
Para pakar  bilang kita harus punya visi untuk menjalani hidup sehingga kita bisa arahkan upaya kita untuk mencapai visi itu. Ya, memang dengan visi manusia bisa mencapai hal-hal besar. Tapi aku percaya bahwa manusia harus mulai meminta kepada Allah untuk memberitahukan apa yang ada di HatiNya. 
Hati Allah yang diimpartasikan kepada kita akan menghancurkan hati kita sedemikian rupa, sehingga kita hanya bersandar kepada KemurahanNya untuk memampukan kita melakukan apa yang menjadi kehendakNya. 
Visi yang tercapai bisa membuat kita lupa dan berpikir bahwa pencapaian itu karena hebat dan gagah kita. Visi saja bisa membuat kita mencapainya dengan cara kita sendiri, bukan cara Allah. 
Kita perlu meminta Allah untuk menaruh HatiNya ke dalam hati kita. 
Berdoa dan tetap berdoa sampai Allah mengkonfirmasinya dengan SuaraNya yang mengutus kita pergi melakukan kehendakNya. 
Sampai Allah menunjuk kita sebagai representatifnya, wakilnya untuk menyatakan isi HatiNya kepada siapa kita diutus. 
Seperti halnya seorang duta besar yang pergi mewakili negaranya, maka Kepala Negara akan memberikannya wewenang atau otoritas untuk mengambil keputusan kenegaraan dalam kasus-kasus yang dihadapi  dalam batas teritori yuridiksinya. 
Maka jika Allah mengutus kita sebagai representatifnya maka Ia juga akan melengkapi kita dengan otoritasNya (exudia). Otoritas untuk menyatakan Kuasa dan KasihNya kepada siapa kita diutusNya. 
Di dalam Kristus, kita telah diberikan Kuasa anak-anak Allah. Jika kita mengemban tugas dari isi HatiNya Ia akan memberikan kita otoritas untuk melepaskan KuasaNya. 
Tapi semua ini hanya dimulai dari doa yang meminta kepada Allah, impartasi Hati Allah.Allah yang tahu tentang RancanganNya bagi kita, Ia tahu kekuatan dan kelengkapan kita untuk tugas apa sanggup kita emban. 
Jika kita melakukan apa yang ada di hati kita, tanpa mengerti apakah itu merupakan impartasi dari hati Allah, kita tidak memiliki otoritas dan pengertian bagaimana cara mencapainya. 
Kita mungkin bisa mencapainya, tapi bukan apa yang menjadi kehendakNya. Kita sesungguhnya belum melakukan pekerjaanNya.
Seringkali yang didapati adalah jalan memutar yang panjang, untuk kembali ke titik nol, dan seringkali kita mengeluh mengapa tidak terjadi seperti yang diharapkan. 
Di titik inilah, kita selayaknya mengevaluasi dan secara jujur mengakui apakah apa yang kita lakukan sebenarnya merupakan bagian dari hati Allah atau hanya sekedar kehendak hati yang terinspirasi oleh banyak hal tapi sama sekali bukan dari Allah?
Pengalamanku dengan True Joy, mungkin adalah salah satunya. True Joy adalah majalah wanita kristen yang ingin aku publish untuk melengkapi perempuan kristen indonesia dalam menjalankan fungsi dan peranannya sebagai istri,ibu, wanita karir dan pelayan Tuhan, dengan penuh sukacita. 
Memang dimulai dengan doa, namun perlu kuakui jauh setelahnya bahwa sesungguhnya aku tak pernah mendapat konfirmasi dari Roh Kudus, tak kuyakin ada impartasi Hati Allah dalam hatiku mengenai hal ini. 
Hanya mengandalkan diri pada pengalaman, network dan kemampuan teman-teman satu tim, kami bergerak. Pada awalnya begitu laju, namun sampai di tengah-tengah perjalanan, kami berbeda pendapat. Sejak perdebatan itu, tim kami mulai rontok. Tak ada kesatuan hati lagi.
Saat itu semuanya tiba-tiba saja berhenti dan aku mulai bertanya “Kenapa Tuhan?”. Sudah sejauh ini ? 
Di saat itu, anak tengahku ,Jeremy, menyatakan suatu hal yang membuatku tersentak dan kini aku makin menyadari arti impartasi Hati Allah.
 Anakku bilang begini ,”Ma, you have to ask God  if that is really God’s project or just yours.If it is God’sproject, He will make a way. But if it’s not, maybe He wants you to do something else.”            
Mulai saat itu aku belajar untuk berkonsultasi kepada Tuhan untuk setiap tawaran dan kesempatan melayaniNya. Apakah ini bagianku? Apakah ini yang Tuhan ingin aku lakukan untukNya?.
I learned it the hard way...but i thank God He gave a chance to grow through it all.
Citra Gran, 2008
*antaresa                

Tidak ada komentar:

Posting Komentar