Sabtu, 09 Juli 2011

The God of Second Chances

Kesempatan kedua? Saya membaca buku karangan Stephen Arterburn dengan hati yang menggebu-gebu. Sungguhkah Tuhan memberikan sayaa kesempatan kedua dalam hidup saya?

Apakah saya layak menerima kesempatan yang baru dari Tuhan?

Pernahkah Anda merasa terpuruk dan hancur berkeping-keping, seakan-akan hidup sudah tanpa pengharapan?

Mungkin Anda disakiti oleh orang terdekat. Tapi, yang lebih buruk, mungkin kita yang menjadi sumber segala masalah...kita yang menyakiti banyak orang...kita yang menghancurkan hidup kita sendiri. Apakah kita dapat menerima kesempatan yang Tuhan berikan dengan pengharapan?

Buku ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama : A Soul Damaged (Jiwa yang rusak) menjelaskan bagaiman kita lebih menyukai jalan yang lebar dibanding jalan sempit yang berbatu menuju Kebenaran. Jiwa kita lebih menyukai kebohongan daripada Kebenaran. Lies of fate, lies of religion and lies of having it all. Kebohongan tentang takdir, kegiatan agamawi, materialisme menggerogoti jiwa kita. Jiwa kita menyukai instant fix! Kita tidak suka menunggu. Kita tidak suka merasa sakit! Kita memilih permen daripada jamu. Bahkan jiwa kita yang sudah rusak meninggikan diri dan merasa bahwa kita tidak membutuhkan Tuhan.

Dalam bagian kedua: A Soul Restored (Jiwa yang direstorasi/diperbaiki), Stephen Arterburn mengajak kita untuk memilih jalan yang sempit dan berbatu, memilih KebenaranNya untuk memperoleh kemerdekaan, belajar untuk memberi dan melayani serta menanamkan hidup kita dalam hal-hal Ilahi. Kita diajar untuk memiliki cara pandang Tuhan dalam menghadapi penderitaan dan masalah. Ujian dalam hidup kita menjadi 'landmarks' pertumbuhan iman kita. Cinta Yesus kepada Anda dan saya, kasih karuniaNya menyelimuti jiwa kita yang rusak menuju keutuhan dan kemerdekaan di dalamNya.

Stephen Arterburn membuka dirinya, bersaksi dengan jujur akan segala kesalahan dan kegagalannya. Aborsi, infertilitas, dua kali perceraian dan memiliki seorang kakak yang meninggal karena AIDS, akibat dari perilaku homoseksualitasnya. Dia lahir di keluarga Kristen. Hidup sebagai orang Kristen di dua dunia. Melalui masalah, ujian, keputusan yang salah dan bahkan melalui kegagalan demi kegagalannya, ia menemukan dirinya berjalan di jalan yang sempit, dan menikmati kemerdekaan sejati sebagai Christianos. Pengikut Kristus.

Dia menjelaskan dengan simpel dan jelas, bahwa Tuhan memberikan kesempatan bagi kita. Tapi kita harus bersikap jujur dihadapan Tuhan. Gereja adalah tempat berkumpul orang-orang yang sakit, rapuh, berdosa dan luka, untuk bertumbuh bersama dalam Kebenaran dengan tuntunan Roh Kudus.

Masalahnya, kita sebagai orang Kristen, diajarkan untuk menyembunyikan kekurangan dan kegagalan kita. Kita diajar secara tidak langsung, untuk menghadiri Ibadah di gereja dengan pakaian yang rapih, penampilan yang rohani, dan dilarang untuk menampilkan kerapuhan dalam hidup kita. All is well,...All is well, while we're on our way to hell. Kita membohongi diri kita sendiri dan memoles topeng yang kita kenakan sebagai orang Kristen. Bagaimana mungkin Tuhan dapat menyembuhkan penyakit kita jika kita saja tidak mau mengakui bahwa kita membutuhkan pertolonganNya?

Sahabatku...Stephen Arterburn mengajak Anda dan saya untuk tampil apa adanya, dan percaya bahwa Tuhan Yesus menerima kita, memberikan kesempatan kedua, ketiga, ke-empat...selama kita senantiasa mencari wajahNya dan mengakuiNya sebagai Tuhan dan Juru Selamat. It is not the beginning that counts! It is the end....

Saya pun menikmati kesempatan yang Tuhan berikan dalam hidup saya. Saya pernah mengalami musim-musim dimana saya menyerah. Namun Roh Kudus setia menjadi pendamping yang menguatkan saya. Saat saya datang dan menjerit kepadaNya, Ia mengangkat saya, membersihkan luka-luka, membebat, menggendong saya dalam pelukanNya.

Bagaimana dengan Anda? Pilihan ada di tangan Anda....tinggalkan jalan yang lebar, tanggalkan kebohongan dan topeng Anda,...nikmatilah Dia. The God of second chances.

In Christ, by His Grace, living my second chance in life....

Astrid Suryatenggara

Sent from Astrid Suryatenggara's mailroom

Tidak ada komentar:

Posting Komentar